(SOLO POS, Sabtu Pon, 17 Desember 2005)
Oleh : *Prof. Dr. Ir. H. Suntoro Wongso Atmojo. MS.
Dekan Fakultas Pertanian UNS.
Sebagai negara agraris, pertanian Indonesia mempekerjakan angkatan kerja terbanyak (sekitar 44%) dibandingkan sektor lain. Usaha pertanian merupakan usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan, agroklimat dan sumber daya manusia yang memadai. Kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang cukup, ketersediaan lahan yang masih luas, serta telah berkembangnya teknologi optimalisasi produksi dapat mendukung kelayakan pengembangan usaha agribisnis. Terjadinya krisis energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin dikembangkan di Indonesia. Penggunaan sumber energi nabati (bioenergi) merupakan pilihan yang paling tepat, mengingat kondisi lahan, agroklimat dan sebagian besar penduduknya bertumpu pada pertanian. Pengembangan bioenergi ini disamping dalam rangka upaya diversifikasi pengelolaan hasil pertanian, juga menunjang diversifikasi energi dalam mengatasi krisis energi.
Masalah energi merupakan masalah yang sangat sensitip saat ini. Kenaikan harga BBM menimbulkan dampak yang sangat luas dimasyarakat, karena merupakan suatu kebutuhan dasar manusia sehingga ketersediaannya sangat diperlukan. Ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi sangatlah besar, baik untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, industri maupun sebagai sumberenergi lainnya. Kebutuhan masyarakan akan minyak bumi menempati proporsi terbesar sebagai sumber energi penduduk, yakni mencapai 54,4 persen, disusul gas bumi 26,5 persen. Konsekwensinya beban anggaran yang memberatkan negara karena biaya subsidi harus terus diluncurkan untuk mempertahankan harga jual yang terjangkau oleh konsumen. Pencabutan subsidi BBM yang diimbangi dana kompensasi sampai saat ini belum nyata dirasakan oleh masyarakat. Pemberian subsidi langsung tunai ((PSL) pada masyarakat ternyata tidak bisa menyelesaikan masalah, bahkan banyak terjadi ketidakpuasan bagi masyarakat.
Penggunaan BBM sudah mengikat masyarakat sedemikian eratnya sehingga terus dicari dan diburu kendati harganya selalu melambung tinggi. Sebenarnya bahan bakar fosil, berbasis dari BBM adalah bahan bakar yang tak bisa diperbarui, juga tidak ramah lingkungan. Selain terancam punah karena cadangan minyak nasional semakin menipis, bahan bakar jenis ini dikenal pemicu polusi udara nomor satu. BBM yang dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX, dan debu. Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula kemandulan.
Apabila kita lihat, kebutuhan BBM dari tahun ke tahun semakin meningkat, sementara cadangan minyak kita semakin menipis. Menurut Hikman Manaf (Staf ahli Mentri ESDM) cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 9 miliar barel dengan tingkat produksi mencapai 500 juta barel per tahun. Jika tidak ditemukan cadangan baru, maka minyak bumi akan habis 18 tahun lagi. Untuk mengatasi masalah BBM dengan semakin menipisnya cadangan minyak nasional tersebut, perlu dilakukan langlah-langkah upaya-upaya diversifikasi energi. Khususnya, upaya untuk memproduksikan jenis energi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti bioetanol dan biodiesel. Jenis energi ini diketahui sangat ramah lingkungan dan sekaligus akan dapat menciptakan lapangan kerja di pedesaan dalam jumlah yang besar karena bahan bakunya dapat berasal dari singkong, tebu, jagung, kelapa, biji jarak, kelapa sawit, bunga matahari, dan sebagainya. Kedua jenis bioenergi ini tepat dikembangkan karena disamping mampu menggerakan sektor agribisnis, juga mampu memperjakan petani di pedesaan.
Gasohol
Pada panen raya melimpahnya hasil singkong di lahan-lahan transmigrasi kita merupakan masalah sulit untuk dipecahkan, mengingat tidak ada pabrik yang sanggup mengolah singkong menjadi produk jadi. Untuk mengatasi hal tersebut dibuatlah etanol (bioetanol). Kementerian Ristek, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah sejak lama telah mengkaji pelbagai sumber energi alternatif yang bisa menggantikan BBM cair. Bioetanol merupakan etanol atau bahan alkohol hasil proses fermentasi singkong. Bahan ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang disebut gasohol. Gasohol merupakan paduan dari gasoline alkohol, yakni hasil percampuran bensin biasa dengan bioetanol dan BBM bernama Gasohol BE-10.
BBM yang satu ini memang bukan 100 persen biodisel, melainkan campuran 90 persen bensin dan 10 persen bioetanol. Hasil paduan keduanya menghasilkan emisi karbon monoksida dan hidrokarbon yang lebih minim dibanding bensin premium yang beredar saat ini, bahkan dapat meningkatkan angka oktan sehingga menghasilkan jenis bensin baru yang lebih bagus dari pertamax dan lebih ramah lingkungan. Di Brasil, komposisi campurannya adalah 25 persen etanol dan 75 persen bensin. Demikian juga biodiesel dapat dicampur dengan solar untuk menghasilkan jenis solar baru yang jauh lebih bagus dan lebih ramah lingkungan.
Dampak yang terpenting dari pengembangan gasohol ini adalah mampu menampung produksi singkong di pedesaan utamanya di lahan-lahan transmigrasi yang pada musim tertentu akan melimpah ruah.
Biodiesel dari Jarak (Biodisel Murni )
Pemanfaatan minyak Jarak (Jatropha curcas L) sebagai bahan bio-diesel merupakan alternatif yang ideal untuk mengurangi tekanan permintaan bahan bakar minyak dan penghematan penggunaan cadangan devisa. Minyak Jarak Pagar selain merupakan sumber minyak terbarukan (reneweble fuels) juga termasuk non edible oil sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit, minyak jagung dll.
Biodiesel bukan barang baru di Indonesia. Di jaman Jepang, orang Indonesia disuruh membuat minyak diesel dari tanaman jarak untuk menggerakkan mesin-mesin perangnya. Saat itu, Jepang mulai kehabisan BBM. Di masa kini, strategi itu ditinjau kembali. Kini biodiesel telah dikembangkan oleh para pakar ITB. BBM alternatif satu ini sudah 100 persen biodisel alami. Pengolahannya cukup sederhana. Sekitar 50 kilogram buah jarak dihancurkan dengan blender atau dipres dengan mesin diesel. Hasilnya diperas, kemudian dilakukan penyaringan dan pemurnian sampai menghasilkan minyak. Untuk setiap 10 kilogram buah bisa dihasilkan sekitar 3,5 liter minyak jarak yang sama kualitasnya dengan solar. Bedanya tipis sekali, yakni minyak jarak memiliki lebih banyak oksigen dan nilai kalorinya lebih rendah dari solar serta proses pembakaran pada minyak jarak lebih sempurna dan bersih.
Secara agronomis tanaman Jarak Pagar dapat beradaptasi dengan lahan dan agroklimat di Indonesia, bahkan dapat tumbuh pada kondisi kering dan pada lahan marginal/kritis. Akan tetapi ada permasalahan yang dihadapi, yaitu belum adanya varietas unggul dan teknik budidaya yang memadai. Puslitbang Teknologi lsotop dan Radiasi BATAN telah memanfaatkan teknologi nuklir untuk mendapatkan varietas unggul tanaman jarak pagar melalui perbaikan genetik dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan kandungan minyak biji Jarak. Departemen Pertanian berencana mengembangkan 1,2 juta hektar lahan jarak pagar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, dan Papua. Tanaman ini tidak hanya jadi salah satu alternatif pengganti BBM berbahan dasar fosil, melainkan juga untuk merehabilitasi lahan kritis 23 juta hektar di Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja sekaligus mengurangi angka kemiskinan.
Biodiesel mempunyai beberapa kelebihan.: (1) biodiesel memiliki bilangan kualitas pembakaran yang lebih tinggi daripada solar yang ada di pasaran. (2) biodiesel adalah bahan bakar beroksigen. Karenanya, penggunaannya akan mengurangi emisi CO dan jelaga hitam pada gas buang atau lebih ramah lingkungan. (3) titik kilat tinggi, yakni temperatur tertinggi yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala. Sehingga, biodiesel lebih aman dari bahaya kebakaran. (4) tidak mengandung belerang dan benzena yang mempunyai sifat karsinogen, serta dapat diuraikan secara alami. Sehingga ramah lingkungan. (5) dilihat dari segi pelumasan mesin, biodiesel lebih baik daripada solar sehingga pemakaian biodiesel dapat memperpanjang umur pakai mesin. (6) dapat dengan mudah dicampur dengan solar biasa dalam berbagai komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun.
Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Kelapa sawit mempunyai prospek untuk dikembangkan, mampu bersaing dengan minyak nabati lainnya untuk memenuhi permintaan dunia untuk pangan dan non pangan. Angka pertumbuhan produksi kelapa sawit Indonesia cukup tinggi (14%) diatas Malayasia (7%). Pada saat ini produksi minyak sawit kita masih dibawah Malaysia. Produksi tahun ini diperkirakan 7 juta ton, maka pada 2020 produksi minyak sawit nasional diprediksi bakal menembus angka 15 juta ton, atau melampaui produksi Malaysia yang sekitar 10 juta ton per tahun. Ekspor Indonesia sebagian besar masih dalam bentuk crude palm oil (CPO). Harga CPO bakal terpuruk karena pasok berlebih. Gejala itu bahkan sudah terlihat akhir-akhir ini di mana harga CPO cenderung menurun seiring meningkatnya pasok Indonesia dan negara produsen utama lainnya. Salah satu alternatif pemanfaatan minyak sawit di masa datang dengan diversifikasi produksi menjadikannya sumber energi biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
Biodiesel diproduksi melalui proses interesterifikasi antara minyak sawit dan methanol yang menggunakan katalis basa pada suhu sekitar 60 derajat Celcius. Namun produksi biodiesel minyak sawit perlu dipadukan dengan proses pemisahan karoten untuk meningkatkan nilai tambah.
Berdasarkan hasil penelitian BPPT, bahan bakar biodisel terbilang ramah lingkungan karena tingkat pencemarannya rendah. Hal ini karena bebas polutanya SOx NOx dan timbal dalam BBM. Biodisel kelapa sawit di negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia sudah banyak diaplikasikan. Sedangkan pemakaian secara besar-besaran justru terjadi di negara Amerika Latin dan Afrika, di mana produksi kelapa sawit cukup tinggi. Di Jerman pemakaian biodisel sudah diterapkan langsung, baik untuk kendaraan maupun mesin industri. Bahkan Jerman sebagai negara yang sama sekali tidak memproduksi minyak kelapa sawit telah menjadi penghasil biodisel terbesar di dunia.
Selain ramah lingkungan, kelebihan lain produk ini yaitu pembakaran di dalam mesin makin sempurna dan emisi yang dikeluarkan sedikit serta asap yang keluar dari knalpot tidak pedih di mata. BBM ini makin cepat pembakarannya, mesin pun bekerja optimal dan membuat mesin makin awet.
Kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Perlu adanya kesungguhan dan komitmen pemerintah untuk pengembangan biodisel dan gasohol baik dari tingkat pusat hingga pemerintah kabupaten.
Selasa, 16 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar