Persaingan mendapatkan energi baru, akan menentukan masa depan negeri negeri di dunia. Barang siapa lebih cepat meninggalkan ketergantungan pada minyak bumi, ia akan berhasil menjaga kemajuannya. Minyak bumi akan habis. Itu kepastian yang tak terelakkan. Itu pula sebabnya, semua negeri berlomba mencari sumber energi baru. Para pemimpin dan calon pemimpin dunia, kini memasukkan program energi dalam dasar kebijakan yang mereka tawarkan.
Kita simak kampanye Barack Obama, misalnya. Calon presiden dari Partai Demokrat itu, menjanjikan substitusi energi yang cukup signifikan dari energi baru. Obama ingin mengurangi ketergantungan Amerika Serikat dari minyak bumi Timur Tengah, yang senantiasa menjadi sumber konflik. Minyak baru itu, kemungkinan besar diproduksi dari lahan pertanian.
Walaupun, sejak awal tahun ini, peningkatan produksi minyak dari jagung, kedelai, tebu itu, telah mengerek harga pangan ke tingkat yang menggoncang ekonomi dunia; orang belajar dari kesalahan. Bahwa bio-energi, idealnya memang tidak memakai bahan yang juga menjadi sumber pangan manusia.
Kini riset riset terbaru di Amerika Serikat, diarahkan pada penggunaan algae, atau ganggang ber-sel sederhana, sebagai sumber produksi bio-energi. Produktifitas algae per hektar ratusan kali lebih tinggi dibanding kelapa sawit atau tebu, dalam menghasilkan bahan bakar. Riset itu dilakukan perusahaan swasta, dengan dukungan dana dari pemerintah dan juga lembaga keuangan. Sebuah perusahaan algae, Solazyme, baru baru ini mendapat pinjaman tanpa bunga hampir Rp 500 milyar, untuk riset bio-energi. Perusahaan ini akan mampu memproduksi jutaan gallon bensin dari ganggang, dalam tiga tahun ke depan.
Jepang memilih tanaman yang agak berbeda, yakni rumput laut, untuk sumber energi masa depan mereka. Sebuah proyek penelitan raksasa dilakukan di Laut Jepang, untuk membiakkan rumput laut yang cocok sebagai produsen bio-energi. Proyek itu mengambil area laut seluas 1 juta hektar. Nantinya, diperkirakan mampu memproduksi bensin sebanyak 20 milyar liter setahun. Atau memenuhi sepertiga kebutuhan energi domestik Jepang. Program ini dikerjakan Tokyo University, dengan dana pemerintah dan dukungan Lembaga Riset Mitsubishi.
Jadi, kaum peneliti dengan dukungan pemerintah dan swasta, bergandeng tangan mencari sumber energi baru. Tenaga terbaik, dan modal dikerahkan untuk menjawab tantangan zaman. Mereka tidak mimpi sesuatu yang mudah. Tetapi bekerja keras mengejar alternatif, dengan metode ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Alangkah beda dengan cara kita memimpikan Blue Energy. Mimpi mengubah minyak dari air laut. Berharap semuanya gampang, dan instan.
source :http://www.greenradio.fm/index.php?option=com_content&view=article&id=206:riset-untuk-energi-baru&catid=80:science&Itemid=176
Kamis, 18 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar