Selasa, 07 Juni 2011

Nasib Biofuel Indonesia (selesai)

Berdasarkan data Pertamina, jumlah konsumsi bahan bakar nabati terus menurun. Jika bulan Januari lalu ada 20 depot yang menjual bahan bakar minyak yang dicampur bahan bakar nabati, maka pada Februari jumlahnya hanya 13 depot saja. Sedangkan pada Juni lalu kembali melorot, tinggal 8 depot.

Juru Bicara PT Pertamina, Basuki Trikora Putra mengatakan, Pertamina hanya menggunakan satu persen saja penggunaan biofuel dari tahun lalu yang 2 sampai 3 persen. Pengurangan ini disebabkan, sebagian besar produsen bahan bakar nabati, justru mengekspor BBN ke luar negeri. Pertamina tidak mampu menawarkan harga yang lebih tinggi dari pasar di luar negeri.

“Betul bahwa pertamina ini kan di dalam menunjang program pemerintah untuk pengguanaan bahan bakar nabati sudah dilakukan diproduk pertamina baik premium maupun solar. Dan itu memang kita sangat tergantung pada perusahaan penyedia nabatinya,” kata Basuki Trikora Putra.

Pengamat Energi, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pemerintah seharusnya menjadikan penggunaan biofuel sebagai program nasional. Dengan begitu jumlah subsidi yang digelontorkan pun jauh lebih besar. Harga bahan bakar nabati di pasaran pun bisa lebih murah dari minyak, sehingga ketergantungan terhadap BBM secara otomatis akan berkurang.

“Subsidinya diperbesar anggarannya. Itu otomatis yang teserap di dalam negeri lebih banyak. Alokasi anggaran dari pemerintah diperbesar lah untuk mensubsidi bahan bakar nabati itu. Kalau sama-sama harus mensubsidi, itu akan lebih bagus mensubsidi bahan bakar nabati daripada BBM. Jelas karena ini terbarukan, menyerap lebih banyak tenaga kerja,: ujar Pri Agung Rakhmanto.

Ia menambahkan, jika pemerintah tidak segera bergerak cepat dengan menggunakan energi alternatif seperti nabati dan batubara, maka Indonesia hampir dipastikan akan mengalami krisis energi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

google918401c9860b4077.html